Berjalan Bersama
Sistem Sinodal adalah suatu sistem dimana gereja dipimpin oleh persidangan para pejabat gerejawi yang disebut sinode. Persidangan sinode ini merupakan instansi tertinggi yang keputusannya harus dilaksanakan oleh jemaat-jemaat yang tergabung dalam sinode tersebut.
Apa itu “Sinode”?
Berdasarkan asal katanya, “sinode” berasal dari 2 kata Yunani syn (=bersama) dan hodos (=berjalan). Maka Sinode berarti “berjalan bersama”. Sedangkan menurut kanon 342 Kitab Hukum Kanonik, “Sinode para Uskup ialah himpunan para Uskup yang dipilih dari pelbagai kawasan dunia yang pada waktu-waktu yang ditetapkan berkumpul untuk membina hubungan erat antara Paus dan para Uskup, dan untuk membantu Paus dengan nasihat-nasihat guna memelihara keutuhan dan perkembangan iman serta moral, guna menjaga dan meneguhkan disiplin gerejawi, dan juga mempertimbangkan masalah-masalah yang menyangkut karya Gereja di dunia”.
Apa arti Sinodalitas?
Dalam konteks eklesiologis ini, sinodalitas merupakan modus vivendi et operandi {cara hidup dan berkarya} Gereja, Umat Allah, yang mengungkapkan dan memberikan substansi keberadaannya sebagai persekutuan ketika semua anggotanya berjalan bersama, berkumpul dalam pertemuan dan mengambil bagian aktif dalam misi.
Sinode menjadi undangan untuk berjalan bersama dengan saling mendengarkan, berdialog, melakukan disermen atau maneges bersama, dll. Dengan cara berjalan bersama ini Gereja akan dapat setia melaksanakan misi yang dipercayakan kepadanya. Maka persekutuan umat beriman diundang untuk berpartisipasi menjalankan misi atau perutusan.
Semua anggota Gereja, baik klerus (tertahbis), anggota hidup bakti (religius dan sekular) maupun awam, yang tersebar dalam berbagai kelompok (lingkungan, wilayah, paroki, kevikepan, kelompok persaudaraan dan paguyuban, komunitas hidup bhakti, dll) diundang untuk saling berbagi dan mendengarkan kisah pengalaman iman agar dapat mendengar bisikan Roh Kudus, hingga dapat bersama-sama melaksanakan misi atau perutusan di dunia ini dengan lebih baik.
Mengapa Sinodalitas Gereja begitu ditekankan?
Telah disebutkan diatas bahwa Sinodalitas atau kebersamaan Gereja sangat ditekankan karena hal itu merupakan “modus vivendi (cara hidup) dan modus operandi (cara bertindak)” khusus Gereja. Dalam dan melalui kebersamaan ini umat Allah mewujudkan diri sebagai persekutuan {communio} yang berjalan bersama, berkumpul, dan mengambil bagian {participatio} secara aktif dalam melaksanakan misi atau perutusan {missio}.
APP kita tahun ini melakukan transformasi dalam gereja sinodal berdasarkan inspirasi dari liturgi ekaristi. Di antaranya transformasi individu, Sumber Daya Manusia, komunitas, pastoral, tata kelola, pola pikir, dan tindakan dalam bimbingan Roh Kudus, ini mengajak (ketua-ketua wilayah, ketua-ketua lingkungan) dan kita semua agar mencari cara untuk menghidupkan wilayah dan lingkungan kita masing-masing dalam persekutuan (communio).
PERLU KITA KETAHUI BERSAMA (KESULITAN DAN HAMBATAN DALAM MENGGERAKKAN UMAT LINGKUNGAN)
Kehidupan dan perkembangan Paroki sangat tergantung dari dukungan dan keterlibatan umat beriman di Lingkungan-Lingkungan. Tetapi dalam menggerakkan umat di Lingkungan sering mengalami banyak kesulitan dan hambatan. Hal ini karena terkait erat dengan kesadaran dan kwalitas iman umat. Terdapat dua kategori kesulitan dan hambatan yang mempengaruhi, yaitu yang berasal dari luar (external) dan dari dalam (internal).
1. Kesulitan Dari Luar (External)
Pada saat ini Gereja hidup dalam arus sekularisasi yang deras. Tanpa kita sadari pengaruh arus sekularisasi ini akan menggerus iman umat. Umat menjadi enggan berkumpul sebagai saudara dalam satu wadah teritorial yang disebut Lingkungan. Berbagai wujud arus sekularisasi ini diantaranya berupa :
1. 1. Gaya hidup konsumtif dan hedonisme.
Yaitu hidup yang hanya ingin memuaskan nafsu kenikmatan dan keserakahan, menghamburkan uang untuk keperluan yang kurang penting. Gaya hidup demikian memiliki korelasi yang kuat dengan perilaku korupsi demi memenuhi nafsunya.
1.2. Dominasi uang dalam semua segi kehidupan.
Uang sudah menjadi tujuan utama dalam kehidupan. Akibat langsung yang dirasakan diantaranya menurunnya perhatian pada pendidikan dan kwalitas iman keluarga dengan alasan sibuk mencari nafkah.
1.3. Penyelesaian pragmatis dalam hidup berkeluarga.
Cenderung mencari penyelesaian yang praktis dalam persoalan keluarga tanpa memikirkan akibatnya bagi suami, isteri dan anak-anak. Misalnya dengan perceraian, atau menikah orang yang tidak seiman.
1.4. Munculnya fundamentalisme agama.
Kebanyakan umat Katolik kurang menguasai teologi dan isi Alkitab. Hal ini memudahkan kaum fundamentalis untuk nenyerang ajaran-ajaran Gereja.
1.5. Spiritualitas tetapi tidak religius.
Keyakinan tradisional peninggalan para leluhur kadang masih mempengaruhi sikap hidup orang Katolik. Mereka masih mempercayai hal-hal gaib atau supranatural yang berbau takhayul yang sering bertentangan dengan iman Katolik.
1.6. Ibadat hanya menjadi ritual keagamaan.
Banyak orang yang menghayati kehidupan agamanya secara legalistis, memenuhi kewajiban yang ditentukan agamanya tanpa memahami maknanya dalam kehidupan. Orang bisa khusuk beribadat tetapi hidup moralnya buruk. Ke gereja rajin dilakukan, tetapi tindakan-tindakan dosa juga tetap dilakukan.
1.7. Sikap individualistis.
Sikap individualistis yang lazim ditemukan pada masyarakat di kota-kota besar, juga memicu tumbuhnya sikap acuh terhadap orang lain dan keengganan untuk bersekutu baik dalam kegiatan Gereja maupun di Lingkungan.
1.8. Pengaruh negatif media digital dan internet.
Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, media digital juga menyebabkan menurunnya komunikasi langsung antar warga, bahkan dalam keluarga. Media ini tidak hanya mendekatkan yang jauh, tetapi juga menjauhkan yang dekat.
2. Kesulitan Dari Dalam ( Internal)
Kesulitan Internal tidak bisa dipisahkan dari pengaruh-pengaruh External. Kesulitan Internal muncul dalam wujud sikap, tutur kata dan perilaku warga Lingkungan. Inilah kesulitan Internal yang sering ditemukan :
2.1. Kesibukan.
Inilah alasan klasik yang selalu dikemukakan oleh orang yang tidak aktif dalam kegiatan Lingkungan. Menggunakan alasan ini jelas menunjukkan persepsi individualistis yang menganggap bahwa bergabung dengan umat lain dalam Lingkungan tidak/kurang bermanfaat bagi kehidupan.
2.2. Kurang transparannya keuangan Lingkungan.
Perpecahan umat Lingkungan bisa terjadi karena kurangnya transparan dan tidak jelasnya pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan.
2.3. Konflik dan perbedaan antar individu.
Pergaulan bersama memungkinkan timbulnya perbedaan pendapat, dan kalau memuncak, ini bisa menjadi konflik. Konflik antar individu bisa menjadi konflik antar kelompok sehingga bisa menimbulkan perpecahan dalam Lingkungan.
2.4. Canda berlebihan.
Warga Lingkungan itu heterogen, ada yang tua, muda, pria dan wanita. Maka dalam bercanda hendaknya melihat situasi, jangan kelewatan hingga menyinggung perasaan. Ini juga bisa menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
2.5. Gosip/rumor dan kasak-kusuk.
Situasi keluarga yang dianggap memalukan, bisa menimbulkan gosip/rumor, kasak-kusuk. Padahal itu berbeda dengan kenyataannya, maka yang terjadi adalah fitnah. Orang yang digosipkan akan sakit hati sehingga tidak mau lagi bergabung apalagi beraktivitas di Lingkungaan.
2.6. Alokasi dan ketidaktepatan waktu.
Ini masalah klasik yang selalu terjadi dalam setiap pertemuan Lingkungan. Hal ini membuat warga jadi enggan/jera untuk menghadiri pertemuan-pertemuan Lingkungan, percuma, buang-buang waktu saja.
2.7. Pertemuan-pertemuan yang membosankan.
Warga juga enggan menghadiri pertemuan Lingkungan karena yang dibahas kurang bermutu dan bertele-tele. Mereka jera bila merasa tidak mendapatkan hasil/manfaat dari suatu pertemuan.
2.8. Absennya generasi muda.
Satu hal yang memprihatinkan adalah absennya generasi muda dalam pertemuan-pertemuan Lingkungan. Kaum muda beranggapan bahwa pertemuan Lingkungan hanya bagi orang tua. Padahal seharusnya Lingkungan menjadi tempat pengkaderan bagi kaum muda untuk aktif dalam kegiatan menggereja.
Keberhasilan/kegagalan dalam mengelola sebuah Lingkungan tidak semata-mata tergantung pada para pengurusnya. Tetapi juga perlu adanya dukungan/partisipasi aktif dari seluruh umat Lingkungan.
(Pengajaran Iman Katolik : Petrus Danan Widharsana, dan RD. Victorius Rudy Hartono.)
Apa yang dikatakan iman Anda kepada Gereja, yang sekarang terlibat dalam proses sinode ini?
Proses sinode bagi kita adalah ajakan untuk berjalan bersama.
Ungkapan "tubuh Kristus" adalah metafora Perjanjian Baru yang sering digunakan untuk gereja (semua orang yang benar-benar diselamatkan). Dalam Roma 12:5, gereja disebut "satu tubuh di dalam Kristus", dalam 1 Korintus 10:17, "satu tubuh", dalam 1 Korintus 12:27 dan Efesus 4:12, "tubuh Kristus", dan dalam Ibrani 13:3, "tubuh". Gereja jelas disamakan dengan "tubuh" Kristus dalam Efesus 5:23 dan Kolose 1:24.
Ketika Kristus datang ke dunia kita, Dia mengenakan tubuh fisik yang "dipersiapkan" bagi-Nya (Ibrani 10:5; Filipi 2:7). Melalui tubuh fisik-Nya, Yesus mendemonstrasikan kasih Allah dengan jelas, nyata, dan berani, terutama melalui pengorbanan kematian-Nya di kayu salib (Roma 5:8). Setelah kenaikan tubuh-Nya, Kristus melanjutkan pekerjaan-Nya di dunia melalui orang-orang yang telah Dia tebus; gereja sekarang mendemonstrasikan kasih Allah dengan jelas, nyata, dan berani. Dengan cara ini, gereja berfungsi sebagai "tubuh Kristus".
Gereja dapat disebut tubuh Kristus karena fakta-fakta berikut:
1) Anggota tubuh Kristus dipersatukan dengan Kristus dalam keselamatan (Efesus 4:15-16).
2) Anggota tubuh Kristus mengikuti Kristus, yang adalah kepala dari semua (Efesus 1:22-23).
3) Anggota tubuh Kristus adalah representasi fisik Kristus di dunia ini. Gereja adalah organisme yang melaluinya Kristus menyatakan hidup-Nya kepada dunia saat ini.
4) Roh Kudus Kristus berdiam di dalam anggota tubuh Kristus (Roma 8:9).
5) Anggota tubuh Kristus memiliki berbagai karunia yang sesuai untuk fungsi tertentu (1 Korintus 12:4-31). “Tubuh itu satu, sekalipun terdiri dari banyak anggota, dan sekalipun banyak, merupakan satu tubuh. Demikian juga Kristus” (ayat 12).
6) Anggota tubuh Kristus berbagi ikatan yang sama dengan semua orang Kristen lainnya, tanpa memandang asal, ras, atau pelayanan. “Supaya tidak ada perselisihan dalam tubuh, tetapi agar anggota-anggota saling memperhatikan” (1 Korintus 12:25).
7) Anggota tubuh Kristus aman dalam keselamatan mereka (Yohanes 10:28-30). Agar seorang Kristen kehilangan keselamatannya, Tuhan harus melakukan "amputasi" dalam tubuh Kristus!
8) Anggota tubuh Kristus berpartisipasi dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Kolose 2:12).
9) Anggota-anggota tubuh Kristus mendapat bagian dalam warisan Kristus (Roma 8:17).
10) Anggota tubuh Kristus menerima karunia kebenaran Kristus (Roma 5:17)
Saudara-saudariku terkasih dalam kristus.
Bercermin pada Liturgi Ekaristi, khususnya pada bagian Doa Syukur Agung (DSA) ada sesuatu yang sangat penting yaitu terungkapnya persekutuan (Communio) dengan Allah Tritunggal. "maka sambil mengenang wafat dan kebangkitan Kristus, kami mempersembahkan kepada-Mu, Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan. Kami bersyukur, sebab kami Engkau anggap layak menghadap Engkau dan berbakti kepada-Mu. Kami mohon agar kami yang menerima Tubuh dan Darah Kristus dipersatukan oleh Roh kudus menjadi umat-Mu".
Kita semua dipanggil untuk membangun satu tubuh dengan aneka ragam warga dan anggota melalui baptisan. Ini transformasi kita, berjalan bersama sebagai Gereja Sinodal, mewujudkan persekutuan keselamatan.
Jumat, Februari 24-2023
Luisfunan ❤️
Komentar
Posting Komentar