Liturgi Ekaristi (2)

Menyambung tulisan kemarin tentang Liturgi Ekaristi yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu "Persiapan Persembahan ; Doa Syukur Agung dan Komuni"
Sekarang kita lihat bersama-sama bagian selanjutnya.

2. DOA SYUKUR AGUNG (DSA)

Doa Syukur Agung merupakan puncak dan pusat seluruh perayaan Ekaristi. Dalam DSA Gereja mempersembahkan pujian syukur kepada Allah Bapa, karena Ia menciptakan jagat raya, tetapi teristimewa karena Ia menyelamatkan umat dengan perantaraan Kristus. 

Mulai dari prefasi sampai dengan doksologi penutup, imamlah yang memimpin dan membawakan doa pujian dan syukur atas nama jemaat. Umat mengambil bagian dalam doa ini lewat dialog dengan imam pada saat prefasi, lewat aklamasi, terlebih lewat tindakan mempersatukan kurban pujian pribadi dengan kurban pujian yang sedang dipersembahkan oleh Gereja yang dipimpin oleh Kristus sendiri.

DALAM KAITANNYA DENGAN DOA SYUKUR AGUNG, Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR 78) mengatakan bahwa "Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh… umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban" 

DALAM KAITANNYA DENGAN PERMOHONAN2 PADA SAAT DOA SYUKUR AGUNG (PUMR 79G) 
"Permohonan. Dalam permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus.

Selengkapnya (PUMR 79)
Bagian-bagian yang paling penting dalam Doa Syukur Agung ialah :
a. Ucapan Syukur, terutama dinyatakan dalam prefasi. Atas nama seluruh jemaat, imam memuji Allah Bapa dan bersyukur kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu. Pada pesta atau masa liturgi tertentu salah satu segi dalam karya penyelamatan itu dapat lebih ditonjolkan.
b. Aklamasi. Seluruh jemaat, berpadu dengan para penghuni surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian utuh dari Doa Syukur Agung, aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama imam.
c. Epiklesis. Dalam doa-doa khusus ini Gereja memohon kuasa Roh Kudu, dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga supaya kurban murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya dalam komuni.
d. Kisah Institusi dan Konsekrasi. Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi, dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam perjamuan malam terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus-menerus.
e. Anamnesis. Dalam bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul,"lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!" Maka Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia, dan kenaikan-Nya ke surga.
f. Persembahan. Dalam perayaan-kenangan ini, Gereja, terutama Gereja yang sekarang sedang berkumpul, mempersembahkan kurban murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus. Maksud Gereja ialah, supaya dalam mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga mempersembahkan diri sendiri.[*] Maka melalui Kristus, Sang pengantara, dari hari ke hari umat beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan dengan sesama umat, hingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam semua.[*]
g. Permohonan. Dalam permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dab Darah Kristus.
h. Doksologi Penutup. Dalam doksologi ini diungkapkan pujian kepada Allah, yang dikukuhkan dan ditutup oleh jemaat dengan aklamasi Amin agung.

DOA BAPA KAMI

PUMR 153:
Di dalam doa Bapa Kami ada dua permohonan yang patut mendapat perhatian khusus:

* Rezeki pada hari ini – bagi umat Kristen “rezeki pada hari ini” adalah Tubuh Kristus, sesuai dengan penjelasan Santo Siprianus dan Agustinus.

* Pengampunan atas dosa-dosa – “Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami”. 

Ungkapan ini sangat menggarisbawahi kerukunan, kesatuan dan damai. Barangsiapa mau menyambut Tubuh Kristus harus mempunyai kemauan untuk berdamai, untuk hidup rukun, dan untuk mengampuni. Inilah syarat untuk menerima Tubuh Kristus, sebab persembahan umat dapat diterima oleh Allah, kalau umat terlebih dahulu mengampuni orang yang bersalah kepadanya (Mat 5:23-24). Kalau daya dari komuni kudus membuat umat mampu memaafkan sesama, maka umat sudah melakukan semua yang terkandung dalam seluruh tindakan Ekaristi itu sendiri.

Setelah imam dan umat menyelesaikan doa Bapa Kami, pemimpin perayaan mengucapkan satu doa sisipan yang disebut embolisme “Ya Bapa…..”, yang diakhiri oleh umat dengan doksologi. Doa embolisme itu menguraikan isi permohonan (terakhir) dalam Bapa Kami dan memohon bagi seluruh umat, pembebasan dari segala kejahatan. 

Selengkapnya PUMR 81: 
“Dalam doa Tuhan, Bapa Kami, umat beriman mohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki sehari-hari ini terutama adalah roti Ekaristi. Umat juga memohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada …umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk berdoa, dan seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami bersama-sama dengan imam. Kemudian imam sendirian mengucapkan embolisme, yang diakhiri oleh jemaat dengan doksologi. Embolisme itu menguraikan isi permohonan terakhir dalam Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat dibebaskan dari segala kejahatan.

Baik ajakan imam dan Bapa Kami, maupun embolisme dan doksologi tersebut dilagukan atau didaras dengan suara yang nyaring dan jelas.”

RITUS DAMAI

Orang Kristen memberikan salam damai sebagai tanda bahwa mereka ingin menyatakan kasih dan damai satu sama lain. Umat berdamai, mengampuni orang yang bersalah, yang melukai dan menindas umat.

Damai yang dimaksudkan di sini adalah damai dalam arti biblis, yang merangkum juga kesejahteraan, kebaikan, dan berkat. Damai adalah keadaan di mana manusia hidup rukun dengan alam, dengan sesama, dan dengan Allah.

Dalam doa, sangat ditekankan damai yang nyata: “Damai-Ku Kutinggalkan bagimu. Damai-Ku Kuberikan kepadamu” (Yoh 14:27). Inilah doa bagi kedamaian dan kesatuan Gereja serta seluruh umat manusia. Dalam doa ini damai dilihat dan dihayati sebagai ungkapan cinta kasih timbal-balik antar anggota umat sebelum menyambut roti yang satu, yang membuat mereka menjadi satu dalam Kristus. Karena itu, sebelum mengulurkan tangan mengambil Roti Kehidupan dari altar, umat mengulurkan tangan terlebih dahulu kepada sesama untuk memohon maaf dan memberikan maaf dengan ikhlas hati.

Selengkapnya PUMR 82: 
“Kemudian diadakan ritus damai. Pada bagian ini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dalam Tubuh Kristus.

Cara memberikan salam-damai ditentukan oleh Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa. Akan tetapi, seyogyanya setiap orang memberikan salam-damai hanya kepada orang-orang yang ada di dekatnya dan dengan cara yang pantas.”

LAGU ANAK DOMBA ALLAH

Memecahkan roti merupakan tindakan yang dilaksanakan Yesus Kristus dalam Perjamuan Malam bersama murid-Nya.

Pemecahan roti ini bukan semata-mata demi alasan praktis (supaya roti dapati dibagi-bagi kepada para penyambut komuni), melainkan melambangkan persatuan: “Bukankah roti yang kita bagi-bagikan ini mempersatukan kita dengan Tubuh Kristus? Oleh karena roti itu satu, maka kita, biarpun banyak harus mewujudkan satu tubuh, karena makan dari roti yang sama itu (1 Korintus 10:16-17).

Pemecahan roti mengingatkan umat akan tugas yang dipercayakan Tuhan, yaitu untuk membagikan diri, iman, dan kekayaan dalam kasih supaya semua orang menjadi satu. Maka ketika imam memecahkan roti perlu disadari bahwa semua orang dipersatukan oleh cinta kasih Kristus. Tak ada lagi permusuhan, sebab seluruh umat mendapat tugas luhur: membawa kasih dan damai Kristus ke luar dari gereja, ke masyarakat.

Roti yang dipecah-pecahkan dan yang diberikan kepada umat seharusnya lebih besar, dan lebih banyak, sehingga sejumlah umat bisa komuni langsung dari roti yang dipecah-pecah itu; dengan demikian simbolik pemecahan roti menjadi lebih jelas.

Di zaman para rasul, perayaan Ekaristi disebut Pemecahan Roti, sebab melambangkan dengan jelas dan nyata bahwa semua bersatu dalam satu roti. Kecuali itu, dilambangkan cinta persaudaraan, sebab roti yang satu dan sama dipecah dan dibagikan di antara saudara-saudara (PUMR 321). Jadi, menurut Pedoman Umum Misale Romawi yang baru, perlu dipakai roti altar yang lebih besar dan lebih padat serta dapat dipecah-pecahkan. Dengan demikian umat dibangun menjadi satu tubuh (PUMR 83).

Kebiasaan “mencampurkan sepotong kecil roti dengan anggur” dimasukkan ke dalam Liturgi Romawi sekitar abad VII oleh Paus Sergius I. Paus merayakan Ekaristi di salah satu paroki di kota Roma, maka sesudah ritus Pemecahan Roti, diakon atau putra altar membawa sepotong kecil roti ke stasi atau paroki lain dan memberikannya kepada imam yang tak berkesempatan berkonselebrasi dengan Paus. Imam itu menerima potongan kecil roti tersebut dan mencampurnya ke dalam anggur untuk disantap. Pencampuran ini menjadi tanda persatuan imam dan umat di stasi itu dengan Paus serta umat yang sedang berekaristi bersama Paus.

Menurut teologi orang kristen Suriah, konsekrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus menghadirkan peristiwa kematian Kristus. Tubuh yang dipisahkan dari Darah Kristus membahasakan peristiwa kematian Kristus. Sedangkan pencampuran Tubuh dan Darah Kristus sebelum komuni melambangkan peristiwa kebangkitan Tuhan. Jadi, persatuan Tubuh dengan Darah Kristus membahasakan kebangkitan Tuhan.

Dalam Tata Perayaan Ekaristi yang baru, upacara ini hampir tidak mempunyai arti lagi. Imam dapat melaksanakannya sambil berdoa dalam hati “Semoga Sakramen Tubuh dan Darah Kristus menganuderahkan kepada kita kehidupan yang kekal” (PUMR 241).

ANAK DOMBA ALLAH

Pada mulanya, ritus pemecahan roti sangat rumit dan memakan banyak waktu. Maka biasanya ritus itu diiringi oleh pelbagai macam nyanyian. Paus Sergius I (687-701) memasukkan nyanyian Anak Domba Allah untuk mengiringi ritus Pemecahan Roti. Teks ini didasarkan pada kata-kata St. Yohanes Pembaptis, ketika ia memperkenalkan Yesus kepada beberapa orang dari murid-muridnya (Yoh 1:29.36). Akan tetapi kata-kata itu harus dibaca dalam konteks kitab Wahyu: “Anak Domba yang telah disembelih” (Why5:6; 13:8). Anak Domba yang telah disembelih merupakan satu-satunya kurban silih atas dosa-dosa umat manusia. Doa ini sekali lagi memperingatkan umat akan peristiwa Paskah, serta perlunya pengampunan dosa untuk mendapat damai Kristus.

Teks ini aslinya dinyanyikan oleh umat dan para imam konselebran; boleh diulangi selama pemecahan dan pembagian roti berlangsung. Kemudian dinyanyikan secara meriah hanya oleh kor. Ketika dipakai roti tak beragi, ritus Pemecahan Roti menjadi amat singkat, maka Anak Domba Allah dinyanyikan hanya 3 kali.

Selengkapnya PUMR 83: 
“Imam memecah-mecah roti Ekaristi. Karena tata gerak Kristus dalam perjamuan malam terakhir ini, pada zaman para rasul seluruh perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti”. Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yang banyak itu menjadi satu ( I Kor 10:17 ) karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Pemecahan roti dimulai sesudah salam-damai, dan dilaksanakan dengan khidmat. Ritus ini hendaknya tidak diulur-ulur secara tidak perlu atau dilaksanakan secara serampangan sehingga kehilangan maknanya. Ritus ini dilaksanakan hanya oleh imam dan diakon.

Sementara imam memecah-mecah roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala berisi anggur, dilagukan Anak Domba Allah, seturut ketentuan, oleh paduan suara atau solis dengan jawaban oleh umat. Kalau tidak dilagukan, Anak Domba Allah didaras dengan suara lantang. Karena fungsinya mengiringi pemecahan roti, nyanyian ini boleh diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Pengulangan terakhir ditutup dengan seruan: berilah kami damai.”

3. KOMUNI

Setelah pemecahan roti, pemimpin perayaan Ekaristi mengundang umat untuk ikut menyambut Komuni kudus. Undangan tersebut dapat disampaikan lewat kata-kata yang sudah lazim, atau dipadukan dengan kata-kata dari Alkitab: “Lihatlah Anak Domba A…llah yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29). Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya (Why 19:9)”. 
Seluruh ungkapan tersebut menyatakan daya kekuatan kurban Putra Allah yang mampu menghapus dosa dunia dan sekarang ini memasukkan orang ke dalam Kerajaan Allah. Pada saat ini dan pada tempat ini Allah menampakan Diri kepada umat-Nya. Allah masuk dalam hidup manusia. Di tengah-tengah himpunan manusia ada Kristus. Dalam perayaan Ekaristi hari ini Kristus berdiri di tengah umat dan berkata bahwa sudah genaplah waktunya, di mana Ia menjadi segala-galanya.

Umat menanggapi seruan imam itu dengan iman dan dengan kerendahan hati dalam kata-kata Kitab Suci: “Ya Tuhan, saya tidak pantas, Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh” (Matius 8:9). Siapakah yang pantas menerima Allah di rumahnya? Umat mengakui ketidakpantasannya, sebab itu mereka mohon, agar Allah dengan Sabda-Nya dapat membuat mereka pantas menjadi tempat tinggal-Nya.

Dialog imam – Dialog antara pelayan komuni dan umat (Tubuh/Darah Kristus – Amin) adalah momen yang amat penting. Dalam dialog ini pelayan menyatakan imannya bahwa yang ia perlihatkan kepada penyambut adalah sungguh Tubuh/Darah Kristus. Pernyataan ini sekaligus mengundang tanggapan iman dari jemaat. Maka penyambut mengucapkan Amin sebagai pernyataan bahwa ia sungguh percaya bahwa yang diperlihatkan oleh pelayan adalah sungguh Tubuh/Darah Kristus. Amin ini juga menjadi penegasan bahwa penyambut bersedia membuat Tubuh Kristus menjadi kenyataan )dalam keluarga, lingkungan, paroki).

Komuni dari Perayaan Ekaristi yang bersangkutan – Dengan pembaruan perayaan Ekaristi, Gereja menghendaki, agar umat beriman menerima komuni dari roti yang dikonsekrasi dalam perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Komuni harus dilihat sebagai buah dari Ekaristi. Konsili Vatikan II dalam dokumen-dokumennya dengan tandas mengatakan: “Haruslah diupayakan agar para beriman dapat menyambut komuni dari hosti-hosti yang dikonsekrasi dalam perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Sebab dengan demikian komuni lebih jelas menampakkan secara simbolis partisipasi dalam kurban yang pada saat itu sedang dirayakan” (KL 55; PUMR 85; ME 31).

Komuni pada tangan – Cara menerima komuni berbeda dari zaman ke zaman. Catatan-catatan tertua membuktikan bahwa umat menyambut Tubuh Kristus dengan tangan dan minum Darah Kristus dari piala. Di Barat, sejak abad ke-9 komuni dierima dengan mulut untuk menghindari pencemaran dan menjamin rasa hormat umat terhadap Sakramen Tubuh Kristus. Kemudian sejak abad ke-13, komuni diterima sambil berlutut. Praktik komuni pada lidah, kemudian beralih lagi kepada komuni di tangan, terlebih berkat pembaruan yang dirintis oleh Konsili Vatikan II. Pada zaman sekarang, hampir di semua gereja orang menerima komuni dengan tangan.

Selengkapnya PUMR 84: 
“Imam menyiapkan diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya. Hal yang sama dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendiri-sendiri dalam hati.

Kemudian imam memegang roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada umat serta mengundang mereka untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus. Kemudian imam bersama dengan umat menyatakan ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip dari Injil.”

dan PUMR 85:

“Sangat dianjurkan, agar umat, sebagaimana diwajibkan untuk imam sendiri, menyambut Tubuh Tuhan dari hosti-hosti yang dikuduskan dalam Misa yang sedang dirayakan. Pada kesempatan-kesempatan tertentu umat hendaknya juga menerima roti dan anggur kudus (bdk.no.283). Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa umat berpartisipasi dalam kurban yang sedang dirayakan.”

Pembagian Tubuh (dan Darah) Kristus merupakan ungkapan persekutuan umat dengan Tuhan dan dengan sesama. Kegiatan ini harus dipandang sebagai lanjutan dari bagian Persembahan Roti, dan terutama sebagai lanjutan DSA dan partisipasi nyata dalam perjamuan Tuhan. Oleh sebab itu, Tubuh (dan Darah) Kristus yang dibagikan kepada umat, seharusnya merupakan roti dan anggur yang dikumpulkan pada waktu Persiapan Persembahan dan yang menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam DSA perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Pembagian Tubuh Kristus dari perayaan Ekaristi sebelumnya harus dipandang sebagai hal yang kurang tepat. Maka dalam bagian Persiapan Persembahan perlu diperhatikan penyediaan roti dan anggur secukupnya untuk umat yang akan ikut menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus dari perayaan Ekaristi yang diikutinya (PUMR 85). 
Dalam pembagian Komuni hendaklah diperhatikan beberapa unsur yang saling kait-mengait:

Tindakan komuni adalah suatu perarakan, yang merupakan salah satu dari perarakan penting dalam ritus Romawi, yaitu pembukaan dan komuni. Tindakan ini diiringi dengan nyanyian. Perarakan dan nyanyian ini bersama-sama mengungkapkan kesatuan para penerima komuni, menunjukkan kegembiraan hati dan rasa persaudaraan antar mereka. Karena itu, komuni kudus pada saat ini tidak lagi merupakan kesalehan pribadi, melainkan merupakan sebuah tindakan jemaat yang sedang berdoa, supaya mereka dapat dipersatukan lebih erat dengan Kristus dan melalui Kristus dengan rekan seibadat serta saudara-saudara seiman di seluruh dunia. Di akhir abad XX ini Gereja ingin lebih memeperlihatkan jati dirinya sebagai satu koinonia atau persekutuan. Justru komuni kudus merupakan tanda yang paling jelas dan paling bermakna dari koinonia itu. Pada saat umat menerima komuni, di saat itulah Gereja dijadikan satu tubuh.

Selengkapnya PUMR 86:
“Sementara imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus, nyanyian komuni dimulai. Maksud nyanyian ini ialah:
(1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama,
(2) menunjukan kegembiraan hati, dan
(3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Nyanyian itu berlangsung terus selama umat menyambut,[*] dan berhenti kalau dianggap cukup. Jika sesudah komuni masih ada nyanyian, maka nyanyian komuni harus diakhiri pada waktunya.

Haruslah diupayakan agar para penyanyi pun dapat menyambut komuni dengan tenang.”

dan PUMR 87:

“Untuk nyanyian komuni dapat diambil antifon komuni dari Graduale Romanum dengan atau tanpa ayat mazmur; dapat juga diambil dari antifon komuni beserta ayat-ayat mazmurnya dari Graduale Simplex. Nyanyian lain yang telah disetujui oleh Konferensi Uskup boleh digunakan juga. Nyanyian itu dapat dibawakan oleh paduan suara sendiri, atau oleh paduan suara/ solis bersama dengan jemaat.

Kalau tidak ada nyanyian komuni, maka antifon komuni yang terdapat dalam Misale dapat dibacakan oleh umat beriman atau oleh beberapa orang dari mereka, atau oleh lektor. Atau, dapat juga dibacakan oleh imam sendiri sesudah ia menyambut Tubuh dan Darah Kristus, sebelum membagikannya kepada umat beriman.”

Yesus meminta para rasul-Nya untuk mengenangkan Dia dengan makan dan minum dari piala. Komuni Tubuh dan Darah Kristus merupakan praktik yang biasa dalam Gereja hingga abad XII dan XIII. 
Dilihat dari segi perlambangan, komuni kudus mendapat bentuk yang lebih sempurna, kalau dilaksanakan dalam dua bentuk, karena komuni Tubuh dan Darah Kristus melambangkan Ekaristi secara lebih sempurna. Di samping itu dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian baru dan kekal disahkan dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, tampak jelas juga hubungan antara perjamuan Ekaristi dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Allah. Dengan makan Tubuh Kristus dan minum Darah-Nya, umat sudah mengambil bagian dalam hidup ilahi-Nya. Manusia lama pelan-pelan mati, dan lahirlah manusia baru.

Konsili Vatikan II menghidupkan kembali kebiasaan komuni dalam dua rupa, sebab cara ini mengungkapkan secara utuh apa yang dilakukan oleh Kristus pada perjamuan terakhir, ketika Ia bersabda: “Ambillah dan makanlah, ambillah dan minumlah” (Mat 26:26-27). Di sini tampak jelas cinta kasih Yesus yang disalibkan: “Darah yang ditumpahkan bagi keselamatan umat manusia”. Cinta kasih itulah yang sekarang diserahkan kepada seluruh umat. Mereka yang menerima komuni melaksanakan kenangan yang lebih serasi dengan apa yang dilakukan oleh Kristus pada perjamuan terakhir itu. Komuni dalam dua rupa lebih jelas menyatakan Ekaristis sebagai perjamuan, yang biasanya terdiri dari makan dan minum. Karena itu pula, komuni dalam dua rupa lebih mempertegas arti Ekaristi sebagai kenangan. Dalam mengenangkan peristiwa Kristus, umat lebih bersatu dengan kurban Kristus, dengan penyerahan diri-Nya, yang membuat mereka mampu menyerahkan diri kepada Bapa surgawi.

Rumus yang dipakai dalam menerimakan komuni ialah “Tubuh Kristus….Darah Kristus” dan umat menjawabnya dengan seruan “Amin”. Di Timur rumus-rumus ini telah dipakai dalam tulisan-tulisan Santo Sirilus dari Yerusalem. Di Barat dalam tulisan-tulisan Santo Ambrosius dikatakan bahwa aklamasi “Amin” bukan sekedar satu ucapan tanpa makna, melainkan suatu pernyataan bahwa umat pada saat ini menerima Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu, apabila umat menjawab “Amin” kepada ucapan “Tubuh Kristus”, benarlah jawaban itu. Simpanlah di hati apa yang kamu akui dengan mulut.

“Sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat beriman berdoa sejenak dalam keheningan. Dapat juga dilagukan madah syukur atau nyanyian pujian, atau didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat.” (PUMR 88)

Tentang Komuni Dua Rupa, PUMR 14:

“Terdorong oleh semangat pastoral yang sama, Konsili Vatikan II telah berhasil meninjau kembali penetapan Konsili Trente tentang komuni-dua-rupa. Sebab dewasa ini tidak dipersoalkan lagi ajaran bahwa komuni-…roti saja sudah merupakan komuni penuh. Namun Konsili mengizinkan komuni-dua-rupa pada kesempatan-kesempatan tertentu, supaya dengan demikian lambang sakramen menjadi tampak lebih jelas dan misteri Ekaristi dipahami secara lebih mendalam oleh umat beriman yang merayakannya.”

dan PUMR 281:

“Sebagai tanda, komuni kudus mempunyai bentuk yang lebih penuh kalau disambut dalam rupa roti dan anggur, sebab komuni-dua-rupa itu melambangkan dengan lebih sempurna perjamuan ekaristi. Juga dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian yang baru dan kekal diikat dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, lewat komuni-dua-rupa tampak jelas juga hubungan antara perjamuan ekaristi di dunia dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Bapa.”

Saat hening dan doa bersama mewarnai waktu sesudah komuni. Sesudah Komuni, diberikan kesempatan beberapa menit kepada jemaat untuk berhening. Inilah saat perenungan, saat doa tanpa kata. Jemaat membiarkan Allah berbicara dalam diri mereka sesuai dengan kehendak-Nya dan mereka siap melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah. 
Sebagai pengganti saat hening, dapat dinyanyikan sebuah mazmur atau madah syukur/nyanyian pujian (PUMR 88). Nyanyian ini dipilih secara bebas dan tidak diwajibkan. Karena itu, nyanyian syukur tidak boleh menggantikan nyanyian komuni atau saat hening.

Doa Komuni dimasukkan dalam liturgi Romawi pada pertengahan kedua abad V, antara masa jabatan Paus Leo I (440 – 461) dan Paus Gelasianus I (492 – 496). Doa ini adalah doa pemimpin atau doa presidensial. Bentuknya seperti doa pembuka atau kolekta.

Bila diamati secara cermat, maka akan ditemukan 4 unsur pembentuk doa komuni: 1) Sapaan kepada Allah Bapa – Seperti doa-doa yang lain dalam perayaan Ekaristi, demikian pula doa penutup dialamatkan kepada Bapa: Allah yang Maharahim, Allah yang Mahakuasa, Tuhan, Allah kami; 2) Permohonan – Gereja mohon buah hasil perayaan Ekaristi bagi semua orang yang sudah menerima komuni kudus; 3) Buah hasil Ekaristi menjadi pedoman hidup dan jaminan keselamatan abadi; 4) doksologi.

Doa komuni adalah doa permohonan dan bukan doa syukur, hal mana dikatakan cukup jelas oleh Pedoman Umum Misale Romawi: “Dalam doa penutup imam memohon supaya misteri yang sudah dirayakan mempunyai buah hasil bagi semua orang yang merayakannya” (PUMR 89). Sebagai permohonan, doa komuni punya prinsip hubungan tertentu:

– Hubungan dengan misteri yang dirayakan;
– Keterkaitan dengan komuni Tubuh dan Darah Kristus;
– Permohonan bukan lewat orang kudus yang dirayakan pestanya pada hari yang bersangkutan;
– Sesudah ajakan imam “marilah berdoa” tak ada lagi “saat hening”, sebab sudah ada saat hening sebelumnya;
– Karena merupakan doa pemimpin, hanya diucapkan oleh imam dari tempat duduk;
– Doa ini singkat dan didoakan pada akhir perayaan; maka selalu ada bahaya bahwa doa ini kurang mendapat perhatian yang secukupnya.

Pada umumnya, Doa komuni terdiri atas dua bagian. Di satu pihak mengenangkan anugerah yang baru didapat dan di lain pihak merupakan permohonan, supaya anugerah itu menghasilkan banyak buah dalam diri umat dan dalam hidup mereka sehari-hari.

“Untuk menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus komuni, imam memanjatkan doa komuni. Dalam doa ini imam mohon, agar misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah.” (PUMR 89)

PENUTUP

PUMR 90 – KAITANNYA DENGAN RITUS PENUTUP

“Ritus Penutup terdiri atas :
a. amanat singkat, kalau diperlukan;
b. salam dan berkat imam, yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakkan dengan berkat meriah atau dengan doa untuk jemaat;
c. pengutusan jemaat oleh diakon atau imam;
e.penghormatan altar: imam dan diakon mencium altar; kemudian mereka bersama para pelayan yang  lain membungkuk khidmat ke arah altar.” (PUMR 90)

PUMR 166:
“Pengumuman untuk umat, kalau ada, dibacakan sesudah doa komuni.”

PUMR 167:
“Kemudian sambil membuka tangan imam memberi salam kepada umat : Tuhan sertamu, dan umat menjawab : Dan sertamu juga. Imam kembali mengatupkan tangan, lalu langsung menempelkan tangan kiri pada dada, mengangkat tangan kanan dan berkata : Semoga saudara sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa, dan sambil memberkati umat ia meneruskan : Bapa, dan Putra dan Roh Kudus. Umat menjawab: Amin.

Pada hari dan kesempatan tertentu rumus berkat itu didahului oleh rumus berkat meriah atau doa untuk jemaat sebagaimana terdapat dalam Lampiran Misale atau pada rumus Misa yang bersangkutan.

Seorang uskup memberkati umat dengan rumus khusus sambil membuat tiga kali tanda salib atas umat.”

PUMR 168:
“Langsung sesudah berkat, imam mengatupkan tangan dan berkata : Perayaan Ekaristi sudah selesai. Umat menjawab : Syukur kepada Allah. Kemudian imam melanjutkan: Pergilah! Saudara diutus, dan umat menjawab: Amin.”

PUMR 169:
“Akhirnya sesuai ketentuan imam menghormati altar dengan menciumnya dan setelah membungkuk khidmat bersama para pelayan awam, ia meninggalkan ruang ibadat. ”

PUMR 170:
“Kalau langsung sesudah Misa diadakan perayaan liturgi lain, maka Ritus penutup, yaitu salam, berkat, dan pengutusan umat ditiadakan.”

Setelah selesai doa komuni, tibalah saat-saat terakhir perayaan Ekaristi, perayaan keselamatan hampir usai. Ritus Penutup adalah saat peralihan: dari doa bersama ke kehidupan harian. Inilah ritus perpisahan. Di saat semacam ini sahabat-saha…bat saling merangkul, melambaikan tangan, sambil berkata, “sampai berjumpa lagi”, ”semoga berhasil”, dan lain-lain. Saat-saat macam ini dapat mengungkapkan makna seluruh acara sebelumnya. 

Unsur-unsur Ritus Penutup

Ritus Penutup terdiri dari pengumuman, pemberkatan, pengutusan, perarakan. Sangat penting melihat semua acara tersebut secara bersama-sama. Yang perlu mendapat perhatian khusus ialah kesan baik yang diperoleh setiap orang dari apa yang terjadi di dalam perayaan Ekaristi. Kalau liturgi yang bersangkutan dirasakan sebagai ibadat yang bagus dan menarik, maka penutupan akan mengungkapkan rasa senang, tetapi sekaligus juga rasa sayang bahwa pertemuan harus berakhir. Ritus penutup ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa.

Saudara-saudariku,  Liturgi Ekaristi gereja katolik perlu dipahami dan diketahui supaya menjadi tahu akan makna dalam setiap bagian perayaan Ekaristi. Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup katolik kita. Semoga bermanfaat.

Rabu, Februari 22-2023
Luisfunan❤️

Komentar

Benih Kehidupan

Tumbuhkan Cinta kasih (Michael Kolo)

DARI KEMATIAN KE KEHIDUPAN KEKAL

KETIKA IBLIS MENGUASAI