"Seruan pengabaian"

Bacaan Mazmur 42:1--43:5
Kerinduan kepada Allah

42:1 Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran bani Korah. (42-2) Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.
42:2(42-3) Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
42:3(42-4) Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"
42:4(42-5) Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan.
42:5(42-6) Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
42:6(42-7) Jiwaku tertekan dalam diriku, sebab itu aku teringat kepada-Mu dari tanah sungai Yordan dan pegunungan Hermon, dari gunung Mizar.
42:7(42-8) Samudera raya berpanggil-panggilan dengan deru air terjun-Mu; segala gelora dan gelombang-Mu bergulung melingkupi aku.
42:8(42-9) TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku.
42:9(42-10) Aku berkata kepada Allah, gunung batuku: "Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?"
42:10(42-11) Seperti tikaman maut ke dalam tulangku lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: "Di mana Allahmu?"
42:11(42-12) Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
43:1 Berilah keadilan kepadaku, ya Allah, dan perjuangkanlah perkaraku terhadap kaum yang tidak saleh! Luputkanlah aku dari orang penipu dan orang curang!
43:2 Sebab Engkaulah Allah tempat pengungsianku. Mengapa Engkau membuang aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?
43:3 Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!
43:4 Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!
43:5 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!

                        ~~~~~■~~~~~

Pembukaan.

Pernahkah Anda mengalami kesedihan atau keputusasaan? Pernahkah Anda merasa bahwa Tuhan telah meninggalkan Anda? Pernahkah Anda merasakan kesedihan yang memenuhi seluruh diri Anda? Jika jawaban Anda iya, maka bukan Anda saja yang mengalaminya. Matius 27:46 menunjukkan kepada kita momen penting dalam kehidupan Yesus, ketika ia merasa ditinggalkan: "Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?. Dalam perikop hari ini kita juga melihat penulis Mazmur 42 dan 43 juga mengalami hal serupa.

Posisi Pemazmur.

Dari ayat 2 dan 4 Mazmur 42 kita mengetahui bahwa pemazmur berada jauh dari Bait Suci di Yerusalem, yang pada waktu itu merupakan tempat berdiamnya hadirat Tuhan yang istimewa. "Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? (ayat 2). Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan" (ayat 4). Kemungkinan besar negara asing membawanya sebagai tawanan ke Israel utara. "Jiwaku tertekan dalam diriku, sebab itu aku teringat kepada-Mu dari tanah sungai Yordan dan pegunungan Hermon, dari gunung Mizar (ayat 6) dan perpisahan ini membangkitkan dalam dirinya perasaan bahwa Allah telah meninggalkan dia. " "Mengapa Engkau melupakan aku? (ayat 9a). Seolah-olah itu belum cukup, penderitaan ini semakin diperparah oleh orang-orang disekitarnya, musuh-musuhnya, yang menghinanya, mengancamnya dan mengejeknya, sambil berkata: “Di mana Allahmu?" (Mazmur 42 ayat 3b dan ayat 10). Bagi orang-orang ini, rupanya Tuhan yang disembah pemazmur tidak melakukan apa pun untuknya, tidak menolongnya dan itu menunjukkan bahwa ia tidak mampu mengeluarkannya dari penderitaannya. Keadaan orang ini sangat mirip dengan seseorang yang mendapati dirinya berada di tengah lautan yang ganas. Dalam situasi seperti ini ia mengalami rasa sakit yang terus-menerus, kesedihan yang mendalam dan penderitaan yang terus-menerus. 

Apa yang Pemazmur lakukan? 

Sungguh mengejutkan apa yang dilakukan pemazmur di tengah penderitaannya: 
1. Pemazmur sangat merindukan Tuhan. Mari kita perhatikan bagaimana beliau mengungkapkannya: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:1,2 dan 5).

Dari sini kita dapat belajar bahwa, hal pertama yang dilakukan pemazmur adalah sungguh-sungguh mencari Tuhan untuk memuaskan keberadaannya. 
Dia membutuhkan Tuhan, dia haus akan Tuhan. Kebutuhannya akan Tuhan sama seperti kebutuhan rusa akan air bersih (ayat 1). Dia mencari Tuhan karena dia tahu bahwa Tuhan yang dia sembah adalah “Tuhan yang hidup.” Di tengah kemalangan, yang tidak boleh kita lakukan adalah melupakan Tuhan. Sebaliknya, kita harus mencarinya dan merindukannya; Kita harus haus akan Dia. Karena “barangsiapa meminum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus lagi, tetapi di dalam dirinya air itu akan menjadi mata air yang mengalirkan kehidupan kekal” (Yohanes 4:14). 

2. Hal kedua yang dilakukan; Pemazmur terus berharap hanya kepada-Nya; Itulah tepatnya yang harus kita lakukan. Mari kita perhatikan kembali bagaimana beliau mengungkapkannya: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! (Mazmur 42:5 dan 11). Dalam ayat ini pemazmur mempertanyakan dirinya sendiri dan merenungkan apa yang dia alami dan menasihati dirinya untuk tidak khawatir, tetapi untuk menantikan Tuhan. 
Dia mengetahui dan mengakui bahwa Allah juga adalah penyelamatnya dan gunung batunya (ayat 9b), sehingga dia dapat percaya bahwa Dia akan membuktikan kebenarannya (Mazmur 43:1) dan "dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku! (Mazmur 43:4). 

Betapapun hebatnya penderitaan kita, janganlah kita berhenti menaruh pengharapan kita kepada Juruselamat kita, Ia tidak akan meninggalkan kita. Bagaimanapun juga, Dia sudah menyelamatkan kita, melalui Yesus Kristus, dari bahaya terbesar, dari dosa dan kutukan kekal. Maka dari itu, katakanlah kepada jiwamu: jangan berkecil hati, jangan bersusah payah, teruslah menantikan Tuhan karena Dialah Juruselamatmu dan Batu Karangmu.

Refleksi.

Mazmur 42-43 menggambarkan orang yang berdoa di tengah keputusasaan dan harapan, serupa dengan pengalaman Yesus pada saat penyaliban, “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). 
Ini adalah "Seruan Pengabaian" yang merupakan manifestasi dari kesedihan mendalam yang dialami Yesus dalam penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib. Mengapa Yesus merasa bahwa Bapa telah meninggalkan dia? Ini adalah pertanyaan yang kompleks dan telah menjadi bahan perdebatan dan refleksi di kalangan teolog dan pakar Alkitab. 
Ada yang berpendapat bahwa Yesus mengalami keterpisahan nyata dan sesaat dari Allah karena Ia menanggung dosa dunia, dan keterpisahan ini diperlukan demi penebusan umat manusia. Yang lain berpendapat bahwa apa yang Yesus rasakan lebih merupakan perasaan subjektif ditinggalkan, akibat penderitaan fisik dan emosional-Nya di kayu salib. 

Terlepas dari penafsiran yang diambil, kebenarannya adalah bahwa ayat ini menunjukkan kepada kita seorang manusia Yesus, yang mengalami kesakitan, kesedihan dan kesedihan, yang mengidentifikasi kelemahan dan keterbatasan kita dan yang mampu hadapi kegelapan yang paling dalam sekalipun dengan keyakinan akan kuasa dan kemurahan Tuhan. 

Ayat Alkitab ini mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan Tuhan dan bagaimana kita menghadapi situasi sulit yang dapat membuat kita merasa tidak berdaya dan ditinggalkan. Patah hati dan penderitaan adalah bagian dari hidup, dan terkadang kita merasa Tuhan jauh atau Dia telah meninggalkan kita. Namun, pengalaman pemazmur dan juga pengalaman Yesus menunjukkan kepada kita bahwa bahkan di saat-saat tergelap sekalipun, kita dapat percaya pada kasih dan kesetiaan Tuhan, mengetahui bahwa Dia selalu bersama kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita. 

Penutup.

Mazmur 42-43 menggambarkan orang yang berdoa di tengah keputusasaan dan harapan. Di tengah kehidupan yang mungkin harus berhadapan dengan berbagai persoalan, carilah Tuhan dan berharaplah kepada-Nya. Dialah satu-satunya Penolong dan Allah kita yang setia. Semakin kita menyadari bahwa Tuhan itu berharga dalam hidup kita, 
kita akan semakin merindukan hadirat-Nya setiap waktu, lebih dari apa pun atau dari siapa pun. “Seruan Pengabaian” Yesus adalah pengingat bahwa Allah hadir di tengah penderitaan dan kegelapan, dan bahwa kita dapat percaya pada kasih dan kuasa-Nya. Ayat ini mengajak kita untuk mendekati Tuhan dengan ketulusan dan keterbukaan, dan meminta Dia untuk menemani kita di saat kita lemah dan menderita. Semoga ayat Alkitab ini membantu kita menemukan kekuatan dan harapan yang kita butuhkan untuk menghadapi tantangan hidup dengan keyakinan dan kedamaian yang datang dari Tuhan. 

Selamat berawal pekan
Semoga Tuhan Memberkati

Senin, Agustus 19'2024
Luisfunan❤️

Komentar

Benih Kehidupan

Tumbuhkan Cinta kasih (Michael Kolo)

DARI KEMATIAN KE KEHIDUPAN KEKAL

KETIKA IBLIS MENGUASAI