Mari bersukacita

Bacaan Keluaran 21:1-11
Tentang hak budak Ibrani

21:1 "Inilah peraturan-peraturan yang harus kaubawa ke depan mereka.
21:2 Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan tidak membayar tebusan apa-apa.
21:3 Jika ia datang seorang diri saja, maka keluarpun ia seorang diri; jika ia mempunyai isteri, maka isterinya itu diizinkan keluar bersama-sama dengan dia.
21:4 Jika tuannya memberikan kepadanya seorang isteri dan perempuan itu melahirkan anak-anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu dengan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu harus keluar seorang diri.
21:5 Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka,
21:6 maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup.
21:7 Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar.
21:8 Jika perempuan itu tidak disukai tuannya, yang telah menyediakannya bagi dirinya sendiri, maka haruslah tuannya itu mengizinkan ia ditebus; tuannya itu tidak berhak untuk menjualnya kepada bangsa asing, karena ia memungkiri janjinya kepada perempuan itu.
21:9 Jika tuannya itu menyediakannya bagi anaknya laki-laki, maka haruslah tuannya itu memperlakukannya seperti anak-anak perempuan berhak diperlakukan.
21:10 Jika tuannya itu mengambil perempuan lain, ia tidak boleh mengurangi makanan perempuan itu, pakaiannya dan persetubuhan dengan dia.
21:11 Jika tuannya itu tidak melakukan ketiga hal itu kepadanya, maka perempuan itu harus diizinkan keluar, dengan tidak membayar uang tebusan apa-apa."

                  ~~~~~■~~~~~

"Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup" (Keluaran 21:5-6).

Pembukaan.

Saat ini kita memasuki minggu Adven ketiga. Warna lilin Adven pun bukan lagi warna ungu melainkan merah mudah. Sebab, semakin mendekati masa natal, suasana hati kita adalah bahagia dan sukacita. Maka, sabda Tuhan yang kita renungkan pun diwarnai dan dikemas dengan suasana bahagia dan sukacita dan penuh pengharapan; bukan bernada penghakiman atau ketakutan.

Mengambil rupa seorang hamba.

Keluaran 21:5-6 yang menjadi fokus perenungan kita hari ini, memuat peraturan mengenai budak (hamba) yang tidak mau keluar sebagai orang merdeka, supaya dapat bersama-sama istri dan anak-anaknya, sehingga bekerja seumur hidup pada tuannya. Hal ini melambangkan Yesus Kristus yang "mengambil rupa seorang hamba" (Filipi 2:6-8) berjanji untuk "tidak meninggalkan" umat-Nya (Ibrani 13:5), yang dianggapnya sebagai "mempelai perempuan" atau "istrinya" (Efesus 5:31-32). Sebagai bukti kasih-Nya, maka dalam tubuh Yesus Kristus terdapat lubang yang "dipakukan dengan penusuk" pada sebuah "tiang kayu" (yaitu kayu salib) dan ini menjadi tanda yang kelihatan jelas (bahasa Yunani: stigmata) bagi murid-murid-Nya setelah Ia dibangkitkan dari kematian dan menampakkan diri kepada mereka.

Cinta sejati.

Keluaran 21:5-6 mengingatkan kita akan pentingnya menghargai apa yang kita miliki. Seringkali kita fokus pada kekurangan kita dan tidak menyadari nikmat yang ada di sekitar kita. Kita harus belajar menghargai apa yang kita miliki, termasuk keluarga, teman, dan yang terpenting, Tuhan kita. Pelajaran lain yang bisa kita petik dari ayat ini adalah arti cinta yang sebenarnya. Hamba itu memutuskan untuk tinggal bersama tuannya karena dia mencintai tuannya, istrinya, dan anak-anaknya. Cinta sejati tidak mementingkan diri sendiri, rela berkorban, dan berkomitmen. Kita harus belajar mencintai orang lain dengan cara ini, termasuk mencintai Tuhan kita. 
Cinta sejati terhadap Tuhan tercermin dalam cinta kita terhadap sesama. 
Jika kita benar-benar mengasihi Tuhan, maka kita juga akan mengasihi orang lain, termasuk keluarga, sahabat, dan musuh kita. 


Refleksi.

Minggu ketiga adven ini disebut juga sebagai minggu gaudete, yang berarti “bersukacitalah”. Ajakan untuk bersukacita dan bergembira sebagaimana bacaan hari ini, mengajak kita untuk mewujudkan sukacita itu dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang berkenan pada Allah dan sesama untuk mengalami betapa Tuhan mengasihi kita secara pribadi dan secara bersama. Yesus telah memilih untuk mengosongkan diri-Nya (Kenosis) agar bisa menjadi serupa dengan manusia. Dalam teologi Kristen "kenosis", pengosongan diri" atas kehendak diri sendiri dan sepenuhnya menerima kehendak Allah. Artinya, ketika Yesus berada di dunia, Ia bukan melepaskan sifat keilahian-Nya, namun Ia memilih untuk menyelubungi kemuliaan ilahi-Nya, membatasi kuasa-Nya dan juga reputasi-Nya untuk mengambil rupa seorang hamba dan turut merasakan kelemahan manusia. Ia menjadi seorang bayi yang lahir dari seorang wanita, dengan tubuh manusia yang permanen dan sepenuhnya, Ia merendahkan diri-Nya dan menjalankan peran yang dipilih oleh Allah Bapa bagi-Nya. Ketaatan Yesus hingga mati di kayu salib bagi kita merupakan bukti bahwa Ia mengutamakan kehendak Bapa di atas segala atribut-Nya yang ilahi. Melalui realitas kehidupan Yesus, perikop bacaan Alkitab hari ini menasihatkan kita untuk turut merendahkan diri seperti Dia, menaruh pikiran dan perasaan yang juga terdapat dalam Kristus Yesus. Tujuan kita terdiri dari tujuan akhir Allah untuk menampilkan kemuliaan-Nya. Kitalah alat kemuliaan Tuhan, kita telah ditebus dari segala tujuan hidup yang sia-sia dan tidak berarti kepada tujuan hidup yang jauh lebih besar dengan konsekuensi kekal. Semoga keindahan karakter Kristus terpancar dalam segala hal yang kita katakan dan lakukan. Sekali pun itu artinya mengorbankan kepentingan kita, melepas posisi atau jabatan, mengubur agenda duniawi kita, supaya Bapa bisa lebih leluasa bekerja di dalam dan melalui hidup kita. Cinta sejati tidak mementingkan diri sendiri, rela berkorban, dan berkomitmen. Kita harus belajar mencintai orang lain dengan cara ini, termasuk mencinta Tuhan kita. Bersukacitalah, Tuhan sudah dekat! 

Penutup.

Saat kita merenungkan keputusan seorang hamba untuk tetap bersama tuannya, kita ingat bahwa cinta sejati melampaui kebebasan dan dipupuk oleh dedikasi dan pengorbanan. Di dunia di mana kita sering mencari otonomi, tindakan cinta ini mengundang kita untuk merenungkan hubungan kita sendiri. Apakah kita bersedia tanpa pamrih menghargai dan menyerahkan hati kita kepada orang-orang di sekitar kita? Dengan mencintai seperti ini, kita tidak hanya menghormati orang yang kita cintai, tapi kita juga memuliakan Pencipta kita, yang mengajarkan kita bahwa cinta diwujudkan dalam tindakan dan pengabdian kepada orang lain. 
Mari kita bersukacita karen Tuhan kita telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Selamat hari minggu, Selamat memasuki Pekan Adven ketiga, Semoga Tuhan Memberkati.

Minggu pekan Adven ketiga
Desember 15'2024
Luisfunan❤️

Komentar

Benih Kehidupan

Tumbuhkan Cinta kasih (Michael Kolo)

DARI KEMATIAN KE KEHIDUPAN KEKAL

KETIKA IBLIS MENGUASAI